SECARIK
KISAH DERITA MASA LALU
Andi
Novi Octaviani, teman-temannya biasa memanggilnya Novi dan di kalangan keluarga
dia biasa dipanggil Evhy, dia lahir di sebuah kota yang bernama Soppeng pada
hari Selasa 5 Oktober 1993. Dia adalah
anak ketiga dari lima bersaudara, dia memiliki dua kakak laki-laki yang bernama
Andi Hendrawan dan Andi Hendriadi, dia juga memiliki dua adik laki-laki yang
bernama Andi Agung dan Andi Irfan. Jadi, dia adalah anak perempuan satu-satunya.
Dia
lahir dari keluarga berdarah Bugis. Ayahnya berasal dari desa kecil di kota
Soppeng yaitu Attangliang, beliau bernama Abdul Muis, beliau adalah ayah yang
sangat perhatian kepada anak-anaknya dan juga sangat sayang kepada
anak-anaknya. Ayahnya bekerja sebagai wiraswasta. Ibunya berasal dari desa yang
ada di kota Soppeng juga yaitu Takalala, beliau bernama Andi Halmiati, beliau
adalah seorang ibu rumah tangga yang baik dan juga seorang ibu yang sangat
perhatian kepada anak-anaknya. Dan kini kedua orang tuanya tinggal di Takalala
Kecamatan Marioriwawo Kabupaten Soppeng.
Novi
yang kesehariannya hidup sebagai gadis yang sederhana dan penampilannya pun
sangat sederhana. Namun dibalik kesederhanaannya, tersimpan satu niat yang
mulia untuk orang tuannya. “Jika saya sudah sukses, hal yang pertama yang saya
lakukan adalah ingin memberangkatkan kedua orang tua saya ke tanah suci. Amin”,
ungkapnya.
Ketika
dia masih berumur 5 tahun, dia di sekolahkan oleh kedua orang tuanya di sebuah
TK yang ada di desanya yaitu TK Pertiwi Takalala. Di sekolah tersebut dia
banyak mengenal teman-teman yang baik. Dia tamat di TK tersebut sekitar tahun
1999.
Ketika
dia lulus TK, dia kemudian melanjutkan pendidikannya di SD yang letaknya tak
jauh dari kediaman orang tuanya yaitu di SDN 164 Pacora. Setiap pagi dia
berjalan kaki ke sekolah dan kadang dia berjalan kaki dengan teman-teman
sekolahnya. Di sekolah tersebut dia juga menyatakan bahwa dia memiliki banyak
teman yang sangat baik dan bersahabat. Saat dia duduk di kelas 6, gurunya
mengadakan sekolah malam menjelang ujian nasional. Kadang dia dan teman-temannya
menyalakan obat nyamuk di dalam kelas sambil belajar. Tapi tak sia-sia,
ternyata nilai ujiannya sangat memuaskan, nilai ujian sekolah dia berhasil jadi
peringkat pertama dan di ujian nasional dia berhasil menjadi peringkat 3.
Setelah
lulus SD, dia kemudian melanjutkan sekolahnya ke SMPN 1 Marioriwawo yang masih
berada di Takalala. Dia senang sekali ketika di semester 2 kelas satu smp dia
dinyatakan peringkat 2 dan berhak masuk ke kelas unggulan di sekolah tersebut.
Di kelas unggulan dia memiliki banyak sahabat-sahabat yang setiap hari mereka
bersama-sama baik di sekolah bahkan di luar sekolah. Di masa-masa inilah dia
mengungkapkan bahwa “inilah masa-masa ternakal saya”. Dia sering keluar malam
bahkan kadang tidak pulang karena biasanya dia ngumpul sama teman-temannya.
Setelah
lulus SMP, dia kemudian melanjutkan sekolahnya ke kota yaitu di SMAN 1
Watansoppeng. Di kelas 2 dia memilih jurusan IPA dari tiga jurusan yang
tersedia di sekolah tersebut yaitu IPA, IPS, dan Bahasa. Setiap hari dia harus
berjalan kaki ke terminal kemudian lanjut naik angkot untuk sampai ke sekolah
sekitar 30 menit dengan tarif 2000 rupiah. Jika pulang sekolah dia kemudian
jalan kaki dengan teman-temannya ke terminal lagi cari angkot. Sebenarnya, di
depan sekolah kadang sudah ada angkot untuk ke terminal tapi demi berhemat dia
dan teman-temannya lebih memilih jalan kaki. Jika matahari begitu terik, dia
biasanya melewati jalan kompas yang banyak pohon agar tidak terlalu panas. 3
tahun dia melewati masa-masa tersebut tapi dia selalu jalani dengan ikhlas dan
tak pernah mengeluh.
Ketika
lulus SMA, dia kemudian melanjutkan pendidikannya di kota Makassar dan dia
tinggal di rumah kerabatnya di jalan Toa Daeng 3 hingga sekarang. Pertamanya
dia mendaftar di salah satu perguruan tinggi di bidang kesehatan tapi sayang
dia tidak lolos masuk perguruan tinggi tersebut. Dia kemudian memutuskan untuk
masuk ke perguruan negeri swasta yaitu di Universitas Muhammadiyah Makassar.
Dan alhamdulillah dia bisa berhasil masuk di kampus tersebut dengan jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Dia pun segera mendaftar ulang dengan
penuh perjuangan pendaftaran ulangnya pun selesai karena dia harus
berpanas-panasan dan menunggu berjam-jam antri untuk menunggu giliran.
Awalnya
dia berpikir dia tidak bisa menyukai dan mampu menjadi seorang pengajar, tapi
ternyata di kampus ini dia mulai menikmati semua. Dari semester 1 sampai
semester 3 dia bisa mengikuti perkuliahan dengan baik dan bisa mendapat nilai
yang cukup memuaskan. Tapi dia tak pernah puas dengan hasil dia dapatkan dan
dia bertekad akan bisa mendapatkan lebih dari itu.
Walaupun
sebenarnya dia sudah mulai jenuh dengan kehidupannya untuk tinggal di rumah
kerabatnya karena dia merasa tertekan dan kurang bebas tapi dia tetap berdiam
diri dan tak bisa mengungkapkan kepada kedua orang tuanya karena dia sadar
bahwa kehidupan keluarganya jauh dari kata berkecukupan. Dia hanya terus
bersabar menjalani hari-harinya, dia percaya bahwa pasti Allah mempunyai
rahasia indah dibalik semua ini.
Di
tahun 2013, dia nyaris tak hidup di dunia ini lagi. Dia mengalami kecelakaan
yang nyaris merenggut nyawanya. Namun, Allah masih mengisinkan dia untuk
bernafas di dunia ini. Pada sore itu, dia mengalami kecelakaan di Gowa, dia
tersambar mobil truk ketika dia mengendarai motor. Dia sangat bersyukur masih
ada orang yang berbaik hati yang ingin menolongnya dan membawa ke rumah sakit
padahal di sekitar daerah itu dia tidak memiliki keluarga. “Mungkin ini sudah
rencana Allah, semua serba kebetulan”, ungkapnya.
Sebenarnya,
dia begitu terpukul dengan kejadian ini karena kedua lengannya mengalami patah
tulang. Tapi, dia terus ingin kelihatan tegar karena dia tidak ingin kedua
orang tuanya juga ikut sedih jika dia juga sedih. “Mereka sudah cukup terpukul
dengan keadaan ini, jadi saya gak mau terlihat sedih juga dihadapan mereka”,
ujarnya. Dia tahu bahwa kedua orang tuanya pasti sangat sedih melihatnya yang
hanya bisa terbaring lemah dan sedikit pun tak bisa melakukan sesuatu.
Saat
itu untuk sementara dia tidak masuk kuliah selain karena keadaan tidak
memungkinkan, dia juga dibawa pulang ke Soppeng oleh orang tuanya karena tidak
mau kalau dia harus menjalani operasi, jadi orang tuanya memilih untuk
membawanya berobat tradisional saja.
Hampir
2 bulan dia terbaring di kasur dan sama sekali tak pernah bangun. Makan, buang
air, dan apapun yang ia lakukan pasti semua di atas kasur dengan bantuan
ibunya. “Saat itulah saya sadar bahwa kedua orang tua saya begitu sayang sama
saya”, ungkapnya. Dia baru sadar bahwa kedua orang tuanya ternyata sangat
sayang dengannya, dia melihat perjuangan kedua orang tuanya demi kesembuhannya
bahkan orang tuanya harus pergi keliling-keliling cari obat untuknya tak pernah
mengenal waktu kapan dan dimana mereka harus pergi.
Dari
pengalaman itulah dia tambah bersemangat dan terus berusaha untuk menunjukkan
yang terbaik untuk kedua orang tuanya. Walaupun nilai kuliahnya pada semester
itu banyak yang anjlok tapi dia terus berusaha untuk memperbaiki. Dia
mendatangi dosen-dosennya dan meminta perbaikan nilainya.
Sampai
sekarang dia masih berstatus sebagai mahasiswa Universitas Muhammadiyah
Makassar semester 6 jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Dia memiliki target untuk cepat menyelesaikan
pendidikan sarjananya dan mendapatkan nilai yang memuaskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar